KONDISI KRITIS HUTAN DI INDONESIA

Indonesia adalah negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia. Indonesia beriklim tropis yang mana memiliki dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan. Meskipun dijuluki sebagai negara maritim, hutan di Indonesia sangat banyak, bahkan tersebar dari Sabang (ujung Aceh) sampai Merauke (Papua). Hutan Indonesia berperan penting dalam menekan suhu bumi, dengan jumlah hutan terbesar dan penghasil oksigen terbanyak kedua dunia, Indonesia dijuluki paru-paru dunia. Namun akhir-akhir ini banyak sekali insiden kebakaran hutan di Indonesia. Baik dari faktor alam maupun faktor buatan.

Luas hutan dan lahan yang terbakar cenderung menurun setelah karhutla besar terakhir pada 2019 dengan luasan mencapai 1,6 juta hektar. Pada 2020, luas karhutla turun menjadi 296.000 hektar dan naik menjadi 358.000 hektar pada tahun 2021. Luas karhutla turun lagi menjadi 204.000 hektar pada 2022. Selama periode 1-19 Januari 2023, tercatat sebanyak 66 kejadian kebakaran yang tersebar di 11 provinsi dengan luas mencapai 459 hektar. Kebakaran hutan terbesar pertama terjadi di Kalimantan Timur pada tahun 1982 akibat musim kemarau panjang dan fenomena El Nino. Kebakaran itu menghanguskan lahan seluas 3,2 juta hektare (ha) di wilayah Kalimantan Timur, sebanyak 2,7 juta ha merupakan hutan hujan tropis.

Karena Indonesia beriklim tropis, kemungkinan kebakaran hutan bisa terjadi kapan saja. Namun hal tersebut tak bisa disalahkan. Tetapi mengenai faktor buatan atau faktor karena ulah manusia hal inilah yang harus disadari dan dievaluasi. Akibat keserakahan manusia yang merusak lingkungan hidup seperti hutan, ribuan spesies makhluk hidup kehilangan habitat aslinya. Bahkan dari mereka sudah banyak yang punah.

Aksi manusia membakar hutan memang perlu diperhatikan, jangan sampai rakyat Indonesia malah membiarkannya. Adapun beberapa alasan yang membuat manusia dengan lancangnya melakukan aksi pembakaran hutan tersebut, diantaranya ingin membuka lahan baru hingga berdiri pemukiman, gedung-gedung bertingkat, pabrik, dan lainnya. Namun dibalik itu semua mereka tak memikirkan bagaimana nasib penghuni hutan dan dampak untuk bumi kedepannya.

Hutan yang terbakar akan menyebabkan kepulan asap di udara. Kepulan asap tersebut menghasilkan gas CO2 (karbondioksida) yang menyebabkan terjadinya pemanasan global. Selain itu, hutan yang telah gundul akibat dibakar akan menyebabkan longsor, kurangnya daerah resapan air sehingga terjadi banjir, dan kurangnya tumbuhan sebagai penghasil O2 (oksigen).

Sedangkan, flora dan fauna di dalam hutan akan melarikan diri bahkan akan mati hangus terbakar api yang berkobar karena ulah manusia. Mereka berlari hingga sampai ke pemukiman warga, oleh karena itu tak heran jika banyak berita yang mengatakan bahwa hewan seperti gajah, harimau, atau

singa datang ke pemukiman warga. Mereka merasa terganggu dan terancam dengan kedatangan hewan liar tersebut, padahal itulah akibat dari ulah mereka sendiri. Seperti kata pepptah ‘siapa yang menanam maka dia yang akan menuai hasilnya’.

Tim Jurnalistik  ~Corina

Sumber dan referensi

https://www.bola.com/ragam/read/4905484/contoh-contoh-artikel-singkat-dan-menarik-dalam-berbagai-tema

http://ppid.menlhk.go.id/siaran_pers/browse/406#:~:text=Peran%20Indonesia%20menjadi%20sangat%20penting,jumlah%20tutupan%20lahan%20yang%20besar.

https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/01/20/kebakaran-hutan-dan-lahan-diprediksi-meningkat-sepanjang-tahun-2023
https://sains.sindonews.com/read/1102859/766/5-kebakaran-hutan-terparah-di-indonesia-ada-faktor-el-nino-dan-kemarau-panjang-1684494341?showpage=all#:~:text=Kebakaran%20Hutan%201982,ha%20merupakan%20hutan%20hujan%20tropis.

You may also like...